Viral di media sosial, video sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) menangis tersedu-sedu karena dinyatakan tidak lulus. Tangisan mereka terekam dalam sebuah video yang diunggah di Instagram, memicu beragam reaksi dari warganet.
Banyak yang menyayangkan pengumuman kelulusan yang dilakukan secara langsung di sekolah, menganggap metode tersebut kurang sensitif dan berpotensi menimbulkan trauma psikologis pada anak.
Pengumuman Kelulusan yang Kontroversial
Video yang beredar menunjukkan siswa SD menerima amplop berisi pengumuman ketidaklulusan. Kejadian ini langsung memicu keprihatinan publik.
Para guru tampak berupaya menenangkan anak-anak yang menangis histeris. Warganet pun ramai-ramai mengkritik metode pengumuman tersebut di kolom komentar.
Komentar-komentar tersebut antara lain menyarankan agar informasi ketidaklulusan disampaikan secara pribadi kepada orang tua siswa di rumah. Hal ini dinilai lebih bijaksana dan menghormati privasi anak.
Penjelasan Kemendikdasmen Terkait Kelulusan Siswa SD
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Gogot Suharwoto, menjelaskan bahwa kewenangan menentukan kelulusan siswa berada di tangan sekolah.
Meskipun demikian, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan sekolah dalam menentukan kelulusan, bukan hanya berdasar nilai ujian sekolah saja.
Ujian sekolah sendiri sudah bukan lagi faktor utama penentu kelulusan sejak era kepemimpinan Mendikbud Anies Baswedan. Hal ini telah diatur dalam peraturan yang berlaku.
Regulasi Kelulusan dan Peran Penilaian Formatif dan Sumatif
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 21 Tahun 2022, yang ditandatangani oleh Nadiem Anwar Makarim, menetapkan penentuan kelulusan didasarkan pada penilaian formatif dan sumatif.
Penilaian tersebut mempertimbangkan laporan kemajuan belajar siswa secara menyeluruh, meliputi semua mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan prestasi lainnya.
Mekanisme penentuan kenaikan kelas dan kelulusan ditetapkan berdasarkan pedoman dari kepala unit utama yang membidangi kurikulum dan asesmen. Hal ini untuk memastikan konsistensi dan keadilan dalam proses penilaian.
Kemendikdasmen baru-baru ini juga mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA).
TKA akan menggantikan Ujian Nasional (UN), namun tidak menjadi syarat kelulusan. Siswa bebas memilih untuk mengikuti tes ini atau tidak.
Hal ini dilakukan untuk mencegah stres pada siswa. Prioritas utama tetap pada perkembangan holistik anak, bukan sekadar capaian akademis semata.
Insiden viral ini seharusnya menjadi pengingat penting bagi sekolah untuk lebih memperhatikan aspek psikologis siswa dalam pengumuman kelulusan. Komunikasi yang empatik dan bijaksana sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi seperti ini demi menghindari dampak negatif pada perkembangan mental anak.