Staf Presiden Prabowo Subianto, Kani Dwi Haryani, baru-baru ini menjadi korban *love scamming* dan mengalami kerugian hingga Rp 48 juta. Kasus ini menyoroti betapa rentannya siapa pun, termasuk individu sukses dan cerdas, terhadap modus penipuan yang memanfaatkan emosi dan kebutuhan afeksi manusia. Kejadian ini menjadi peringatan penting bagi kita semua untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan online yang semakin canggih. Kani ditipu oleh seorang perempuan berinisial MS yang menyamar sebagai pilot bernama Febrian. Modus yang digunakan adalah meminjam uang untuk biaya pendidikan adiknya. Keduanya menjalin komunikasi intens melalui Instagram sejak akhir tahun 2024 hingga Kani akhirnya menyadari kebohongan tersebut.
Mengapa Love Scamming Bisa Menyerang Siapa Saja?
Psikolog Mira Damayanti Amir menjelaskan bahwa *love scamming* tidak memandang latar belakang sosial ekonomi korban. Inteligensi dan kesuksesan seseorang tidak menjadi jaminan kebal terhadap penipuan ini. Kondisi emosional, seperti kesepian atau haus perhatian, menjadi faktor utama yang melemahkan daya kritis seseorang. Logika bisa tergantikan oleh emosi, sehingga korban mudah terbuai oleh rayuan pelaku.
Urban Loneliness: Kesempatan bagi Pelaku Love Scamming
Mira menyorot fenomena *urban loneliness*, di mana individu di kota besar bisa merasa kesepian meskipun dikelilingi banyak orang dan aktivitas. Rasa kosong secara emosional ini menjadi celah bagi pelaku *love scamming* untuk masuk. Pelaku biasanya menyamar sebagai sosok mapan dan perhatian, menawarkan hubungan yang hangat dan suportif. Perhatian tersebut terasa sangat berharga bagi korban yang tengah mengalami kekosongan relasi.
Membangun Kedekatan Emosional di Ruang Online
Interaksi di dunia online hanya menampilkan sisi yang diinginkan pelaku. Korban tidak dapat membaca ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan konteks yang lebih luas. Hal ini mempermudah pelaku untuk memanipulasi emosi korban. Kedekatan emosional dibangun melalui pujian, cerita personal, dan komunikasi intens. Korban merasa dihargai dan diperhatikan, sehingga mudah percaya pada pelaku.
Mengatasi Kerentanan Terhadap Love Scamming
Manusia memiliki kebutuhan akan afeksi dan hubungan yang memberi rasa dihargai. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, misalnya karena kesibukan atau kurangnya relasi, ruang kosong tersebut mudah diisi oleh perhatian dari siapa pun, termasuk pelaku *love scamming*. Perhatian yang tampaknya tulus, namun sesungguhnya manipulatif, bisa sangat menggoda bagi mereka yang kekurangan nutrisi emosional. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan emosional dan membangun relasi yang sehat di dunia nyata.
Pentingnya Berpikir Kritis
Dalam kondisi lelah secara emosional, daya kritis seseorang bisa melemah. Logika dikesampingkan, dan emosi mengambil alih. Akibatnya, sinyal-sinyal bahaya seperti permintaan uang, cerita yang tidak masuk akal, atau identitas yang tidak jelas bisa diabaikan. Korban mungkin menyadari kejanggalan, tetapi memilih untuk mengabaikannya demi mempertahankan rasa aman emosional yang sementara. Membangun kesadaran akan *love scamming* dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk mencegah terjadinya penipuan ini. Membangun hubungan yang sehat dan terpenuhi secara emosional juga merupakan langkah preventif yang efektif. Dengan demikian, kita dapat melindungi diri dari manipulasi emosional dan kerugian finansial akibat *love scamming*.