Konflik Iran-Israel yang memanas akhir pekan lalu menimbulkan kekhawatiran global, termasuk dampaknya terhadap perekonomian dunia, khususnya harga minyak. Lonjakan harga minyak dunia berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 masih cukup tangguh menghadapi potensi kenaikan tersebut.
Pernyataan optimisme ini didasari oleh fakta bahwa harga minyak mentah beberapa bulan terakhir masih di bawah asumsi Indonesian Crude Price (ICP) yang tertera dalam APBN 2025.
APBN 2025: Cukup Tangguh Menghadapi Lonjakan Harga Minyak?
Bambang Haryadi menyatakan keyakinannya bahwa APBN 2025 masih mampu menghadapi potensi lonjakan harga minyak akibat konflik. Hal ini didasarkan pada harga minyak mentah saat ini yang masih berada di bawah asumsi ICP dalam APBN.
Asumsi ICP di APBN 2025 sebesar 82 dolar AS per barel. Sementara harga minyak mentah saat ini berada di kisaran 72-74 dolar AS per barel, dan rata-rata harga minyak mentah Indonesia di Mei 2025 berada pada level 65,29 dolar AS per barel. Ini menunjukkan adanya ruang fiskal yang cukup besar.
Meskipun demikian, ia mengakui konflik Iran-Israel tetap berpotensi memengaruhi APBN. Namun, ia berharap dampaknya masih berada dalam koridor yang telah diperhitungkan.
Strategi Mengurangi Ketergantungan Energi Fosil
Bambang Haryadi mendorong pemerintah untuk lebih agresif mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Langkah ini krusial untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
Salah satu langkah konkret yang disarankan adalah memaksimalkan kampanye mobil listrik. Hal ini dinilai efektif untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam APBN.
Subsidi BBM dalam APBN 2025 mencapai Rp26,66 triliun untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT), meliputi minyak tanah dan solar untuk konsumen tertentu. Angka ini belum termasuk kompensasi energi sebesar Rp190,89 triliun.
Analisis Dampak Konflik Iran-Israel terhadap Harga Minyak dan APBN
Serangan militer Israel terhadap Iran pada Jumat (13/6) telah meningkatkan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Operasi militer “Operation Rising Lion” oleh IDF menargetkan fasilitas militer dan program nuklir Iran.
Serangan balasan dari Iran, “Operation True Promise 3”, menyasar fasilitas militer Israel. Insiden ini mengakibatkan korban jiwa di kedua belah pihak dan meningkatkan ketidakpastian pasar minyak global.
Kenaikan harga minyak akibat konflik ini, meskipun masih di bawah asumsi ICP APBN 2025, tetap perlu diwaspadai. Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk mengendalikan dampaknya terhadap perekonomian.
Pemerintah harus mempertimbangkan berbagai skenario, termasuk skenario terburuk, untuk memastikan APBN tetap mampu membiayai program-program prioritas, termasuk subsidi energi dan pembangunan infrastruktur.
Pemantauan ketat terhadap perkembangan harga minyak dunia dan evaluasi berkala terhadap APBN sangat penting untuk memastikan kebijakan fiskal tetap responsif terhadap dinamika global.
Diversifikasi energi dan peningkatan efisiensi penggunaan energi merupakan kunci untuk mengurangi kerentanan ekonomi terhadap fluktuasi harga minyak global. Indonesia perlu terus berinvestasi dalam pengembangan EBT dan teknologi ramah lingkungan.
Kesimpulannya, meskipun APBN 2025 dinilai cukup tangguh untuk menghadapi lonjakan harga minyak saat ini, peningkatan kewaspadaan dan strategi mitigasi risiko tetap diperlukan. Pengembangan EBT dan pengurangan ketergantungan pada energi fosil merupakan langkah jangka panjang yang vital untuk ketahanan ekonomi Indonesia.