Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tengah gencar menyelidiki laporan terkait bonus hari raya (BHR) yang diterima para pengemudi ojek online (ojol). Aduan yang masuk menyebutkan sejumlah driver hanya menerima BHR sebesar Rp50.000 dari perusahaan aplikasi. Jumlah ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Besaran BHR yang minim ini dinilai jauh dari harapan dan kesepakatan sebelumnya. Kemenaker pun bergerak cepat untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
Respon Cepat Kemenaker: Pemanggilan Perusahaan Aplikasi
Sebagai langkah awal, Kemenaker berencana memanggil perusahaan penyedia layanan transportasi daring untuk meminta klarifikasi. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, menyatakan hal tersebut dengan tegas pada Selasa, 1 April 2025.
Meskipun beliau belum merinci jadwal pemanggilan, langkah ini akan segera diambil. Tujuannya adalah untuk meminta pertanggungjawaban pihak aplikator terkait kebijakan BHR yang dianggap tidak adil.
Pihak Kemenaker menegaskan komitmennya untuk memastikan hak-hak pekerja terpenuhi.
Wamenaker Berang: BHR Rp50.000 Dinilai Tidak Layak
Pada 10 Maret 2025, beberapa perusahaan aplikasi transportasi daring telah berjanji memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pengemudi. Janji ini disampaikan secara terbuka di hadapan Presiden Prabowo Subianto. Awalnya disebut THR, kemudian istilahnya diubah menjadi BHR khusus untuk driver ojol.
Namun, laporan mengenai jumlah BHR yang sangat kecil memicu kemarahan Wamenaker Immanuel Ebenezer. Beliau mengungkapkan kekesalannya atas kebijakan aplikator yang dinilai mengingkari kesepakatan. “BHR? Apa mereka tahu artinya? Bikin naik darah gue aja,” ungkap Wamenaker dengan nada emosi.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, telah menerbitkan surat edaran tentang mekanisme perhitungan BHR bagi driver ojol.
Serikat Pekerja Turut Bersuara: Aduan dan Tuntutan Sanksi
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, juga menyampaikan keprihatinannya atas kondisi yang dialami para pengemudi. SPAI melaporkan sekitar 800 pengemudi sama sekali tidak menerima BHR.
SPAI telah mengajukan aduan resmi ke Kemenaker dan mendesak pemerintah untuk bertindak tegas. Lily menekankan pentingnya sanksi bagi aplikator yang tidak memenuhi kewajiban mereka. “Kami berharap mereka segera dipanggil dan diberikan peringatan. Kalau perlu, sanksi tegas harus diterapkan,” tegas Lily.
SPAI berharap pemerintah dapat menjadi mediator yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Kemenaker saat ini masih mengumpulkan data dan laporan dari berbagai pihak. Proses investigasi akan terus dilakukan untuk memastikan keadilan bagi para pengemudi ojol.
Selain investigasi, Kemenaker juga membuka jalur pengaduan bagi para pengemudi yang merasa dirugikan.
Langkah tegas dari Kemenaker diharapkan dapat memberikan efek jera bagi perusahaan aplikasi dan melindungi hak-hak pekerja di sektor transportasi online.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan mengingatkan pentingnya kesepakatan yang jelas dan transparan antara perusahaan dan pekerja dalam memberikan insentif dan tunjangan.
Semoga ke depannya, kasus serupa tidak terulang kembali dan hak-hak pekerja di sektor digital tetap terlindungi.