Ghosting, praktik menghilang tanpa penjelasan, umum terjadi dalam hubungan romantis. Namun, fenomena ini juga merambah pertemanan, menimbulkan pertanyaan tentang etika dan dampak psikologisnya. Pandangan terhadap ghosting dalam konteks persahabatan pun kini berkembang, memunculkan debat mengenai apakah menghilang tanpa penjelasan selalu negatif.
Ghosting dalam Pertemanan: Sebuah Pergeseran Pandangan
Penulis dan pelatih hubungan persahabatan, Danielle Bayard Jackson, awalnya percaya bahwa mengakhiri persahabatan harus dilakukan dengan komunikasi terbuka. Namun, pandangannya berubah. Ia kini melihat bahwa perpisahan yang terjadi secara alami, tanpa konflik dan komunikasi eksplisit, dapat menjadi sehat. Jackson menyebut fenomena ini sebagai *friendship drift*, yaitu proses menjauh yang terjadi secara perlahan tanpa perselisihan terbuka. Ia menegaskan bahwa ghosting dapat diterima jika kedua pihak secara bersamaan mengurangi intensitas interaksi tanpa paksaan.
Dampak Psikologis Ghosting dan Kapan Komunikasi Terbuka Diperlukan
Sebaliknya, jika hanya satu pihak yang menyadari memudarnya persahabatan, ghosting dapat menimbulkan luka emosional yang mendalam. Psikolog Miriam Kirmayer menekankan dampak psikologis ghosting yang signifikan. Rasa bingung dan ketidaktahuan alasan perpisahan dapat sangat menyakitkan bagi pihak yang diabaikan. Kejelasan dan transparansi memang ideal dalam pertemanan yang sehat. Namun, realitanya, tidak semua orang mampu atau siap untuk melakukan komunikasi yang jujur saat ingin mengakhiri persahabatan. Kadang, menjauh secara perlahan dianggap sebagai cara yang ‘paling tidak menyakitkan’ bagi kedua belah pihak. Meskipun demikian, jika ghosting menimbulkan luka mendalam dan bukan keputusan bersama, komunikasi terbuka menjadi krusial. Perlu ada kejujuran dan kejelasan, sama seperti dalam hubungan romantis.
Mencari Keseimbangan: Kapan Menjauh Secara Diam-diam Diterima?
Ghosting dalam pertemanan, seperti halnya dalam hubungan romantis, melibatkan nuansa kompleks. Tidak semua situasi memerlukan penjelasan yang eksplisit. Kadang, menjauh secara perlahan dapat menjadi pilihan yang lebih baik daripada konfrontasi langsung yang berpotensi menyakitkan. Namun, penting untuk mengenali perbedaan antara *friendship drift* yang alami dan ghosting yang menyakitkan. Yang pertama melibatkan penurunan bertahap dalam interaksi tanpa niat jahat, sedangkan yang kedua adalah penghilangan tiba-tiba dan tanpa penjelasan yang dapat menyebabkan trauma emosional. Memperhatikan konteks dan dampaknya terhadap masing-masing individu menjadi kunci untuk menilai apakah suatu tindakan ghosting dapat diterima atau tidak. Prioritaskan empati dan pemahaman terhadap perasaan orang lain. Menentukan kapan komunikasi terbuka diperlukan memerlukan pertimbangan matang. Pertimbangkan tingkat kedekatan, durasi persahabatan, dan konteks spesifik situasi. Jika Anda merasa perlu mengakhiri persahabatan, cobalah untuk melakukan hal itu dengan cara yang menghormati perasaan teman Anda. Berkomunikasi secara jujur mungkin menantang, tetapi sering kali lebih baik daripada menghilang tanpa penjelasan. Ingat, tujuan utama bukanlah menghindari rasa sakit, tetapi membangun hubungan dengan integritas dan rasa hormat. Mencari keseimbangan antara kebutuhan untuk kejujuran dan untuk menghindari konflik yang tidak perlu adalah kunci untuk menjalani pertemanan yang sehat dan berkelanjutan. Mencari bantuan dari konselor atau terapis dapat membantu seseorang menghadapi situasi-situasi yang sulit tersebut.