Badan Gizi Nasional (BGN) membantah telah menginstruksikan pembagian bahan mentah Program Makanan Bergizi (MBG) kepada siswa di Tangerang Selatan (Tangsel). Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas kontroversi yang beredar di media sosial terkait foto paket MBG berisi bahan mentah yang diberikan kepada siswa. Kejadian ini memicu diskusi luas mengenai implementasi program MBG, terutama selama masa libur sekolah.
BGN menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan arahan untuk memberikan bahan mentah dalam program MBG. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan hal tersebut secara tegas dalam konfirmasi pada Rabu (18/6/2025). Pihak BGN menjelaskan bahwa pemberian bahan mentah oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Mualaf Indonesia Timur (Yasmit) Ciputat Timur dilakukan karena siswa sedang libur, mengikuti class meeting, atau ujian.
Bantahan BGN dan Penyusunan Juknis Baru
Penjelasan BGN menekankan bahwa mereka saat ini sedang menyusun petunjuk teknis (juknis) baru untuk penyelenggaraan program MBG selama masa libur sekolah. Juknis ini diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih jelas dan menghindari kesalahpahaman di lapangan.
Dalam proses penyusunan juknis, BGN meminta seluruh Kepala SPPG untuk berkoordinasi langsung dengan siswa dan guru. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemungkinan kehadiran siswa di sekolah selama masa libur.
Jika kehadiran siswa memungkinkan, program MBG dapat tetap berjalan. Sebaliknya, jika siswa tidak dapat hadir, jatah MBG akan dialokasikan kepada kelompok rentan lainnya, seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Keputusan akhir masih menunggu petunjuk teknis resmi yang akan dikeluarkan BGN.
Kontroversi Pembagian MBG Bahan Mentah di Tangsel
Sebelumnya, beredar foto paket MBG di media sosial yang berisi bahan mentah seperti jeruk, pisang, beras, ikan asin, telur puyuh, dan kacang tanah. Hal ini langsung memicu kontroversi dan kritik publik.
Kepala SPPG Yasmit Ciputat Timur, A Basiro, menjelaskan bahwa mereka tetap mendistribusikan paket MBG meskipun kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak berlangsung normal. Pihaknya mengklaim mendapat arahan untuk tetap memberikan paket makanan dengan kreativitas masing-masing SPPG dan ahli gizi, seperti yang dilakukan pada bulan Ramadhan lalu.
Basiro menambahkan, penggunaan bahan mentah bertujuan menghindari penggunaan bahan pengawet, pewarna, dan pemanis buatan, serta meminimalisir konsumsi ultra-processed food. Namun, metode distribusi ini jelas menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran mengenai efektivitas dan kepraktisan program MBG.
Tanggapan Dinas Pendidikan dan Langkah ke Depan
Dinas Pendidikan Tangsel sebelumnya juga mengakui kekurangan koordinasi dalam pembagian MBG bahan mentah. Kejadian ini menyoroti pentingnya koordinasi yang lebih baik antara BGN, Dinas Pendidikan, dan SPPG dalam pelaksanaan program MBG.
Ke depan, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme distribusi MBG, terutama selama masa libur sekolah. Juknis yang jelas dan terukur sangat dibutuhkan untuk memastikan program ini berjalan efektif dan mencapai tujuannya untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Transparansi dan koordinasi yang lebih baik juga harus menjadi prioritas agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya mempertimbangkan aspek praktis dan kelayakan setiap program, selain tujuan utamanya. Pemberian bahan mentah mungkin bermaksud baik, namun tanpa perencanaan dan pelaksanaan yang matang, justru dapat menimbulkan masalah baru dan memicu kontroversi.
Dengan adanya bantahan dari BGN dan rencana penyusunan juknis baru, diharapkan ke depannya program MBG dapat berjalan lebih efektif dan terarah, menjangkau sasaran dengan tepat dan memberikan manfaat optimal bagi kesehatan dan gizi anak-anak Indonesia.