Anggota DPRD Kendari, Fadhal Rahmad, menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah video dirinya terlihat sedang menggunakan vape saat rapat dengar pendapat (RDP) viral. RDP tersebut membahas pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 47 pegawai RS Santa Anna Kendari. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang etika dan profesionalisme anggota dewan dalam menjalankan tugasnya.
Fadhal sendiri mengakui perbuatannya. Ia menyatakan penggunaan vape tersebut terjadi saat jeda istirahat salat dan makan siang. Pernyataan ini memicu beragam reaksi dari masyarakat, sebagian besar menilai tindakannya tidak pantas.
Penggunaan Vape Saat RDP: Sebuah Tindakan yang Tidak Pantas?
Video yang beredar memperlihatkan Fadhal asyik menggunakan vape di tengah ruangan RDP. Peristiwa ini terjadi saat RDP membahas nasib 47 pegawai RS Santa Anna yang di-PHK.
Banyak yang mempertanyakan keseriusan Fadhal dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota dewan. Kejadian ini dinilai mencoreng citra DPRD Kendari.
RDP yang membahas PHK massal merupakan isu serius yang membutuhkan konsentrasi dan profesionalisme tinggi dari para anggota dewan. Penggunaan vape di tengah rapat menunjukkan kurangnya keseriusan dalam menangani masalah tersebut.
Klarifikasi Fadhal Rahmad dan Tanggapan Publik
Fadhal menjelaskan bahwa ia menggunakan vape saat jeda istirahat RDP. Ia juga mengaku sedang melakukan siaran langsung di media sosial untuk menjangkau konstituennya.
Meskipun Fadhal memberikan klarifikasi, publik tetap memberikan beragam reaksi. Banyak yang menganggap penjelasannya tidak cukup memadai dan tidak dapat membenarkan tindakannya.
Beberapa netizen menilai tindakan Fadhal kurang sopan dan tidak profesional. Mereka menilai anggota dewan seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Etika dan Profesionalisme Anggota Dewan
Kejadian ini menjadi sorotan tajam terkait etika dan profesionalisme anggota dewan. Seorang anggota dewan diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan menunjukkan perilaku yang terpuji.
Kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif sangat penting. Tindakan yang tidak profesional seperti ini dapat merusak kepercayaan tersebut.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi seluruh anggota dewan untuk selalu menjaga etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Mereka harus memberikan contoh yang baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat.
Kejadian ini juga menjadi momentum untuk mengevaluasi tata tertib dan kode etik anggota dewan. Peraturan yang lebih tegas dan sanksi yang jelas dibutuhkan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Hal ini demi menjaga martabat lembaga legislatif dan kepercayaan publik.
Lebih lanjut, kasus ini dapat menjadi bahan diskusi publik dan kajian akademis mengenai etika berpolitik dan perilaku publik figur. Bagaimana seharusnya seorang wakil rakyat berperilaku, terutama di ruang publik dan dalam menjalankan tugasnya, menjadi poin penting yang perlu selalu diingat dan ditegakkan.