Invasi militer Amerika Serikat ke negara-negara Timur Tengah telah berlangsung selama beberapa dekade, didukung oleh jaringan pangkalan militer yang luas di wilayah tersebut. Serangan-serangan ini, mulai dari invasi Irak pada tahun 1990 hingga penumbangan rezim Muammar Khadafi di Libya dan operasi terbaru yang menargetkan Iran, telah memicu kontroversi dan perdebatan internasional yang panjang.
Amerika Serikat memiliki ribuan tentara yang ditempatkan di berbagai pangkalan militer di seluruh Timur Tengah, di bawah kendali US Central Command (Centcom). Kehadiran militer AS yang besar ini mencerminkan kepentingan strategis Amerika Serikat di kawasan yang kaya akan sumber daya alam dan berposisi geopolitik yang krusial.
Bahrain
Bahrain menjadi tuan rumah bagi Aktivitas Dukungan Angkatan Laut Bahrain, yang menampung Armada Kelima Angkatan Laut AS dan markas besar Komando Pusat Angkatan Laut AS. Pelabuhan laut dalam di Bahrain mampu menampung kapal-kapal militer AS terbesar, termasuk kapal induk. Kehadiran AS di Bahrain telah berlangsung sejak tahun 1948, awalnya dioperasikan oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
Irak
AS memiliki pasukan di berbagai pangkalan di Irak, termasuk pangkalan udara Al-Asad dan Arbil. Meskipun Irak secara resmi beraliansi dengan Iran, negara ini juga menjadi mitra strategis bagi Amerika Serikat. Sekitar 2.500 tentara AS berada di Irak sebagai bagian dari koalisi internasional melawan ISIS, meskipun ada kesepakatan untuk penarikan bertahap pasukan koalisi.
Kehadiran AS di Irak telah menimbulkan kekhawatiran tentang campur tangan dalam urusan dalam negeri Irak dan potensi perpanjangan konflik. Hubungan rumit antara Irak, AS, dan Iran terus menjadi faktor penting dalam dinamika geopolitik Timur Tengah.
Kuwait
Kuwait juga menampung beberapa pangkalan AS, termasuk Kamp Arifjan, markas utama komponen Angkatan Darat AS. Angkatan Darat AS menyimpan persediaan material di Kuwait. Pangkalan Udara Ali al-Salem menjadi pusat penting untuk pengiriman pasukan dan perlengkapan militer ke wilayah tersebut, termasuk pesawat nirawak seperti MQ-9 Reaper.
Qatar
Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar merupakan pusat operasi utama Centcom, menampung angkatan udara dan pasukan operasi khusus AS. Pangkalan ini juga menjadi lokasi rotasi pesawat tempur dan Wing Ekspedisi Udara ke-379, yang mencakup berbagai aset udara seperti pengangkutan, pengisian bahan bakar udara, dan pengawasan.
Suriah
AS telah mempertahankan kehadiran militer di Suriah selama bertahun-tahun sebagai bagian dari upaya melawan ISIS. Pada bulan April, Pentagon mengumumkan pengurangan jumlah pasukan AS di Suriah menjadi kurang dari 1.000 sebagai bagian dari konsolidasi pasukan.
Keputusan untuk mengurangi pasukan AS di Suriah mencerminkan pergeseran strategi dan penilaian situasi keamanan di wilayah tersebut. Namun, kehadiran militer AS yang tersisa tetap menjadi titik fokus dalam dinamika politik Suriah yang kompleks.
Uni Emirat Arab (UEA)
Pangkalan Udara Al Dhafra di UEA menampung Wing Ekspedisi Udara AS ke-380, termasuk berbagai pesawat dan drone seperti MQ-9 Reaper. Pangkalan ini juga menjadi tuan rumah Pusat Perang Udara Teluk untuk pelatihan pertahanan udara dan rudal.
Kehadiran AS di UEA menekankan pentingnya negara tersebut sebagai mitra strategis bagi Amerika Serikat di kawasan ini. Kerjasama militer antara AS dan UEA terus berkembang, mencerminkan kepentingan bersama dalam menghadapi ancaman keamanan regional.
Secara keseluruhan, jaringan pangkalan militer AS di Timur Tengah menunjukkan komitmen jangka panjang Amerika Serikat di kawasan ini, meskipun kehadiran ini terus memicu perdebatan mengenai dampaknya terhadap stabilitas dan kedaulatan negara-negara di Timur Tengah. Peran AS dalam konflik regional, serta hubungannya dengan berbagai aktor, akan tetap menjadi fokus utama dalam dinamika geopolitik mendatang.
