Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mencegah Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini dilakukan sejak 19 Mei 2025 untuk mempermudah proses penyidikan terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit. Langkah ini diambil karena keterangan Iwan Kurniawan Lukminto sewaktu-waktu dibutuhkan penyidik.
Kejagung telah memeriksa Iwan Kurniawan Lukminto pada 2 Juni 2025. Pemeriksaan dilakukan terkait posisinya sebagai petinggi Sritex. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Direktur Utama perusahaan tekstil tersebut. Kasus dugaan korupsi ini sendiri terjadi saat Iwan Setiawan Lukminto, saudara Iwan Kurniawan Lukminto, menjabat sebagai Direktur Utama Sritex.
Kasus Dugaan Korupsi Pemberian Kredit kepada Sritex
Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex. Tersangka tersebut adalah Dicky Syahbandinata (DS), mantan Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020; Zainuddin Mappa (ZM), mantan Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020; dan Iwan Setiawan Lukminto (ISL), mantan Direktur Utama PT Sritex tahun 2005-2022.
Ketiga tersangka diduga terlibat dalam pemberian kredit kepada Sritex yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Total kredit yang bermasalah mencapai angka fantastis, dan penyidik masih menelusuri detailnya.
Total Kredit Macet dan Kerugian Negara
Besaran total kredit macet yang melibatkan Sritex mencapai Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari pinjaman dari berbagai bank, termasuk BJB dan Bank DKI yang nilainya telah mencapai Rp 692 miliar dan ditetapkan sebagai kerugian negara.
Sritex, yang telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024, tidak mampu membayar kredit tersebut. Penyidik masih menyelidiki pemberian kredit dari bank-bank lain, termasuk Bank Jateng yang memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800, serta sindikasi bank yang terdiri dari BNI, BRI, dan LPEI yang memberikan kredit total Rp 2,5 triliun.
Tersangka dan Pasal yang Dilanggar
Saat ini, BJB dan Bank DKI telah terbukti melakukan tindakan melawan hukum terkait pemberian kredit kepada Sritex. BNI, BRI, dan LPEI masih berstatus saksi.
Ketiga tersangka yang telah ditetapkan telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Proses penyidikan kasus ini masih terus berlanjut.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan tata kelola yang baik dalam pemberian kredit, khususnya kepada perusahaan-perusahaan besar. Kerugian negara yang signifikan akibat kredit macet ini menjadi pelajaran berharga untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Proses hukum yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak.