Kenaikan harga minyak dunia akibat konflik Iran-Israel telah memicu kekhawatiran global, khususnya terkait dampaknya pada perekonomian Indonesia. Lonjakan harga ini, yang mencapai kisaran 72-74 dolar AS per barel, menawarkan momentum krusial bagi percepatan transisi energi, sekaligus menimbulkan potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, melihat situasi ini sebagai peluang emas untuk mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal ini disebabkan karena tingginya harga energi fosil kini membuatnya kurang kompetitif dibandingkan EBT.
Kenaikan Harga Minyak: Momentum Transisi Energi Terbarukan
Faisal menekankan bahwa selama ini, harga energi fosil yang murah menjadi penghalang utama pengembangan EBT. Keterjangkauan energi fosil membuat EBT kurang menarik secara ekonomi.
Namun, lonjakan harga minyak saat ini mengubah persamaan. Kondisi ini menjadi stimulus yang tepat untuk menggenjot investasi dan pengembangan proyek-proyek EBT.
Dengan energi fosil yang semakin mahal, pengembangan EBT menjadi lebih kompetitif dan menarik secara finansial, baik bagi investor maupun pemerintah.
Dampak terhadap Ekonomi Indonesia: Potensi Kenaikan Harga BBM
Kenaikan harga minyak dunia berpotensi meningkatkan harga BBM domestik. Hal ini akan berdampak pada berbagai sektor ekonomi.
Jika harga minyak dunia melampaui 80 dolar AS per barel, penyesuaian harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan solar kemungkinan besar akan dilakukan.
Dampaknya akan meluas, tidak hanya pada ongkos transportasi, tetapi juga pada harga barang-barang lain, terutama komoditas pangan.
Kenaikan harga ini akan meningkatkan biaya produksi dan distribusi, sehingga berujung pada inflasi.
Konflik Iran-Israel sebagai Pemicu Lonjakan Harga Minyak
Lonjakan harga minyak dunia utamanya dipicu oleh konflik berskala besar antara Iran dan Israel.
Serangan militer Israel terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran, yang diberi nama “Operation Rising Lion”, memicu balasan dari Iran dengan “Operation True Promise 3”.
Serangan tersebut mengakibatkan korban jiwa di kedua belah pihak, menambah ketegangan geopolitik dan ketidakpastian di pasar minyak global.
Asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam APBN 2025 sebesar 82 dolar AS per barel menunjukkan bahwa pemerintah telah memperhitungkan potensi kenaikan harga minyak. Namun, kenaikan yang terjadi saat ini perlu diantisipasi dengan strategi yang tepat.
Pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah mitigasi dampak kenaikan harga BBM terhadap daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.
Pentingnya diversifikasi sumber energi dan percepatan transisi energi menjadi semakin mendesak di tengah ketidakpastian geopolitik global.
Dengan memanfaatkan momentum ini, Indonesia dapat mempercepat pengembangan EBT dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Langkah ini penting tidak hanya untuk ketahanan energi, tetapi juga untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim.
Kesimpulannya, lonjakan harga minyak akibat konflik Iran-Israel menjadi alarm bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi dan meminimalisir dampaknya terhadap ekonomi domestik. Pemerintah perlu mengambil langkah proaktif untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mengembangkan energi terbarukan secara berkelanjutan.
