Rencana pemasangan stairlift di Candi Borobudur telah menimbulkan kontroversi. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, membandingkan rencana ini dengan keberadaan fasilitas serupa di situs warisan dunia lainnya, seperti Angkor Wat dan Akropolis, mengatakan Indonesia terlambat dalam hal inklusivitas situs bersejarah.
Menurutnya, pemasangan stairlift merupakan wujud inklusivitas dan bukan sesuatu yang merusak. Stairlift, lanjutnya, dirancang untuk membantu lansia dan penyandang disabilitas mengakses situs bersejarah. Ia menilai polemik ini tidak perlu terjadi karena hal serupa telah umum di berbagai negara.
Bantahan Menteri dan Fakta di Lokasi
Fadli Zon menegaskan pemasangan stairlift di Candi Borobudur tidak akan merusak situs tersebut. Ia bahkan siap berdebat dengan pihak-pihak yang menentang rencana ini.
Ia menambahkan rencana pemasangan stairlift ini muncul setelah kunjungan Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Namun, pemasangannya akan dilakukan setelah uji coba terlebih dahulu.
Menariknya, penelusuran mengungkap fakta yang berbeda dengan pernyataan Menteri. Angkor Wat, misalnya, tidak memiliki lift, stairlift, maupun eskalator.
Aksesibilitas di Akropolis
Berbeda dengan Angkor Wat, Akropolis di Athena memiliki lift untuk membantu aksesibilitas pengunjung. Lift tersebut terletak sekitar 350 meter dari pintu masuk utama dan membutuhkan pemberitahuan sebelumnya.
Lift di Akropolis dirancang khusus untuk mencapai puncak Bukit Akropolis. Peresmiannya dilakukan pada 3 Desember 2020, bertepatan dengan Hari Internasional Penyandang Disabilitas.
Meskipun tujuannya sama, yaitu meningkatkan aksesibilitas, realisasi dan penempatan fasilitas di kedua situs tersebut berbeda. Hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam perdebatan pemasangan stairlift di Candi Borobudur.
Implikasi dan Pertimbangan Lebih Lanjut
Perdebatan seputar stairlift di Candi Borobudur menyoroti pentingnya keseimbangan antara pelestarian situs bersejarah dengan kebutuhan aksesibilitas bagi semua kalangan.
Sebelum memutuskan, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek teknis, dampak lingkungan, dan aspek budaya yang menyeluruh agar tidak menimbulkan kerusakan pada situs bersejarah ini.
Studi kelayakan yang komprehensif, melibatkan pakar sejarah, arsitektur, dan aksesibilitas, sangat krusial sebelum implementasi proyek ini. Transparansi dan keterlibatan publik juga penting untuk memastikan keputusan yang tepat dan diterima semua pihak.
Pemasangan stairlift di Candi Borobudur sebaiknya didasari oleh kajian mendalam dan bukan hanya perbandingan sederhana dengan situs lain. Setiap situs memiliki karakteristik unik yang membutuhkan perencanaan khusus untuk menjaga kelestarian dan aksesibilitasnya.
Kesimpulannya, perdebatan ini mengarah pada perlunya perencanaan matang dan komprehensif dalam menerapkan konsep inklusivitas pada situs bersejarah. Bukan hanya sekadar membandingkan dengan situs lain, tetapi memperhatikan konteks lokal dan dampak jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil. Transparansi dan partisipasi publik merupakan kunci untuk mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak.