Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan video viral yang memperlihatkan sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) menangis tersedu-sedu. Mereka menerima amplop berisi kabar tak lulus sekolah. Kejadian ini memicu beragam reaksi dan pertanyaan di kalangan netizen mengenai kebijakan pendidikan yang berlaku.
Video yang diunggah akun Instagram @im.jakarta pada Rabu, 11 Juni 2025, menampilkan anak-anak SD yang terlihat sangat terpukul dan membutuhkan penghiburan dari para guru. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang standar kelulusan SD dan apakah kebijakan saat ini memungkinkan siswa dinyatakan tidak lulus.
Kewenangan Sekolah dalam Menentukan Kelulusan Siswa SD
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen, Gogot Suharwoto, menjelaskan bahwa kewenangan menentukan kelulusan siswa sepenuhnya berada di tangan sekolah.
Kemendikdasmen tidak mengatur secara detail mekanisme kelulusan tersebut. Sekolah memiliki otonomi dalam hal ini.
Pertimbangan Kelulusan yang Lebih Holistik
Meskipun demikian, Gogot menekankan pentingnya pertimbangan yang komprehensif dalam menentukan kelulusan siswa. Tidak semata-mata hanya bergantung pada hasil ujian sekolah.
Sejak kepemimpinan mantan Mendikbud Anies Baswedan, ujian sekolah sebenarnya tidak lagi menjadi faktor utama penentu kelulusan.
Peraturan Menteri Terkait Penilaian Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 21 Tahun 2022, yang ditandatangani oleh Nadiem Anwar Makarim, menetapkan penilaian formatif dan sumatif sebagai dasar penentuan kelulusan.
Laporan kemajuan belajar siswa, yang mencakup capaian di semua mata pelajaran, ekstrakurikuler, dan prestasi lain, juga menjadi pertimbangan penting.
Mekanisme penentuan kenaikan kelas dan kelulusan ditetapkan berdasarkan pedoman dari kepala unit utama yang membidangi kurikulum dan asesmen.
Tes Kemampuan Akademik (TKA) dan Kelulusan
Kemendikdasmen baru-baru ini mengeluarkan Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA), sebagai pengganti Ujian Nasional (UN).
Namun, TKA bukan syarat kelulusan dan siswa bebas memilih untuk mengikuti atau tidak mengikuti tes tersebut demi menghindari stres belajar.
Kasus viral siswa SD yang tidak lulus ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara evaluasi akademik dan aspek holistik perkembangan siswa. Sistem pendidikan seharusnya mendukung kesejahteraan dan perkembangan anak secara utuh, bukan hanya fokus pada hasil ujian semata. Transparansi dalam proses penilaian dan dukungan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar sangat dibutuhkan untuk memastikan setiap anak mendapatkan kesempatan berkembang secara optimal.
Peraturan yang ada telah memberikan fleksibilitas kepada sekolah dalam menentukan kelulusan, namun implementasi di lapangan perlu pengawasan dan evaluasi berkala untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan seluruh siswa.