Malam 1 Suro, yang jatuh pada 26 Juni 2025, menandai pergantian tahun baru dalam kalender Jawa. Momen ini memiliki makna sakral bagi masyarakat Jawa, sekaligus merupakan permulaan bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Pergantian hari dalam kalender Jawa dan Hijriah dimulai sejak matahari terbenam, berbeda dengan kalender Masehi.
Tahun baru Jawa ini dirayakan dengan berbagai tradisi unik di berbagai wilayah Indonesia. Masyarakat Jawa meyakini malam ini dipenuhi energi spiritual kuat, sehingga banyak yang memanfaatkannya untuk refleksi diri dan permohonan doa.
Makna Spiritual Malam 1 Suro
Malam 1 Suro bukan sekadar pergantian tahun. Bagi masyarakat Jawa, malam ini adalah waktu untuk muhasabah, introspeksi diri, dan menyucikan jiwa dari energi negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian Muhammad A. Haris Sikumbang dkk dalam jurnal *Tradisi Upacara Satu Suro di Tanah Jawa dalam Pandangan Al-Qur’an* (2023), yang menyebut bulan Suro sebagai masa penyucian diri.
Banyak keluarga Jawa melaksanakan doa bersama atau berziarah ke makam leluhur. Mereka meyakini malam ini sebagai waktu terbaik untuk berdoa dan meminta berkah. Ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan alam semesta.
Tradisi dan Perayaan Malam 1 Suro di Berbagai Daerah
Perayaan Malam 1 Suro di Indonesia sangat beragam, mencerminkan kekayaan budaya dan kepercayaan lokal. Di Yogyakarta, ada tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng, yaitu mengelilingi Benteng Keraton tanpa berbicara sebagai simbol refleksi.
Di Surakarta, ada Kirab Kebo Bule, yaitu mengarak kerbau putih keramat Kiai Slamet dari Keraton Surakarta. Tradisi Ngadulang di Sukabumi melibatkan penabuhan bedug dan doa bersama. Pawai obor di Banten dan daerah lain melambangkan penerangan spiritual.
Bubur Asura, bubur merah putih yang dibagikan di masjid-masjid Kalimantan dan Jawa Barat, juga menjadi bagian dari perayaan. Di Kudus, ada tradisi Bari’an, yaitu menyembelih kambing di perempatan untuk tolak bala. Masing-masing tradisi ini memiliki makna dan tujuan yang unik.
Pantangan dan Mitos Malam 1 Suro
Sejumlah pantangan diyakini masyarakat Jawa terkait Malam 1 Suro. Berdasar penelitian Galuh Kusuma Hapsari (2024), beberapa di antaranya adalah larangan keluar rumah karena diyakini sebagai waktu berkeliarannya makhluk halus.
Ada juga larangan mengadakan hajatan besar seperti pernikahan atau khitanan. Berkata kasar atau berisik juga dihindari karena diyakini dapat menarik energi buruk. Membangun atau pindah rumah juga dianggap pamali.
Malam 1 Suro juga dipenuhi mitos. Salah satunya adalah kepercayaan bahwa malam ini adalah waktu berkeliarannya makhluk halus. Kematian yang terjadi pada malam ini juga dipercaya memiliki pertanda tertentu. Mimpi buruk di malam ini bisa dianggap sebagai isyarat dari alam. Semua ini menambah mistisisme malam sakral tersebut.
Malam 1 Suro lebih dari sekadar ritual. Ia merupakan perpaduan spiritualitas, kepercayaan lokal, dan nilai sosial yang mendalam. Bagi masyarakat Jawa, malam ini menjadi pengingat untuk menata kembali hidup, merefleksikan perjalanan, dan menyatu dengan alam semesta. Momen ini menjadi awal yang baru, penuh harapan dan introspeksi.