Pemerintah Indonesia menolak usulan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor benang filamen sintetis tertentu dari China. Keputusan ini, yang diumumkan Menteri Perdagangan Budi Santoso pada Jumat (20/6/2025), diambil setelah mempertimbangkan secara komprehensif kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri. Pasokan benang filamen sintetis yang terbatas di pasar domestik menjadi pertimbangan utama penolakan ini.
Kondisi industri TPT nasional saat ini memang tengah menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk tidak menambah beban biaya produksi melalui pengenaan BMAD.
Minimnya Pasokan Benang Filamen Sintetis di Pasar Domestik
Salah satu alasan utama penolakan usulan BMAD adalah terbatasnya pasokan benang filamen sintetis di pasar domestik. Kapasitas produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna di Indonesia.
Sebagian besar produsen benang filamen sintetis di Indonesia memproduksi untuk kebutuhan sendiri, bukan untuk memenuhi permintaan pasar luas. Hal ini turut berkontribusi pada kekurangan pasokan di pasaran.
Dampak Pengenaan BMAD terhadap Industri TPT Indonesia
Pengenaan BMAD, menurut Mendag Budi Santoso, berpotensi meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing sektor hilir industri TPT. Ini dikarenakan ketergantungan industri dalam negeri terhadap impor benang filamen sintetis.
Industri TPT Indonesia, baik hulu maupun hilir, saat ini menghadapi tekanan akibat berbagai faktor eksternal, seperti dinamika geoekonomi-politik global dan pengenaan tarif resiprokal dari Amerika Serikat.
Penutupan beberapa industri juga turut memperparah kondisi tersebut, sehingga penerapan BMAD dinilai dapat semakin menekan sektor industri yang sudah rapuh.
Pertimbangan Lain dan Proses Pengambilan Keputusan
Selain terbatasnya pasokan, pemerintah juga mempertimbangkan beberapa faktor lain sebelum mengambil keputusan. Sektor hulu industri TPT telah dikenakan berbagai instrumen trade remedies, termasuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan BMAD untuk produk polyester staple fiber dari beberapa negara.
Penyelidikan dugaan praktik dumping benang filamen sintetis dari China sendiri telah dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak 12 September 2023 atas permohonan APSyFI.
Produk yang diselidiki mencakup benang filamen sintetis tertentu dengan klasifikasi HS 5402.33.10; 5402.33.90; 5402.46.10; dan 5402.46.90 dalam BTKI 2022, meliputi jenis POY dan DTY.
Keputusan penolakan BMAD ini merupakan hasil koordinasi lintas kementerian, termasuk masukan dari Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Bappenas, dan Menteri Perindustrian. KPPU dan perwakilan industri terdampak juga memberikan pandangannya.
Kontribusi industri TPT terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan, dari 1,3 persen pada 2019 menjadi 1,1 persen pada 2024, sebagian besar disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19. Kondisi ini juga menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Kesimpulannya, keputusan pemerintah untuk menolak pengenaan BMAD atas impor benang filamen sintetis dari China merupakan langkah strategis yang mempertimbangkan kondisi riil industri TPT dalam negeri dan berbagai tantangan yang dihadapi. Pemerintah memprioritaskan pemenuhan kebutuhan industri dalam negeri dan menjaga daya saing sektor TPT di tengah tekanan ekonomi global.