Kebijakan efisiensi pemerintah yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 kembali menjadi sorotan. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi Suparman, atau Arman, mempertanyakan proses pengambilan kebijakan tersebut yang dianggapnya tidak berdasarkan kajian matang. Pernyataan ini muncul setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengizinkan pemerintah daerah (Pemda) untuk menggelar kegiatan di hotel.
Keputusan Mendagri ini dinilai menimbulkan inkonsistensi dengan kebijakan efisiensi anggaran yang tengah digencarkan. Arman menekankan pentingnya ‘evidence based policy making’ dalam pengambilan keputusan, mengingat dampaknya terhadap belanja pelayanan publik. Ia juga menyoroti kurangnya tolok ukur yang jelas terkait batasan “tidak berlebihan” dalam penggunaan hotel untuk kegiatan Pemda.
Inkonsistensi Kebijakan Efisiensi dan Izin Penggunaan Hotel untuk Kegiatan Pemda
Pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang memperbolehkan Pemda menggunakan hotel untuk kegiatan resmi menimbulkan pertanyaan besar. Hal ini dianggap bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Arman dari KPPOD menjelaskan bahwa kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap belanja publik. Izin penggunaan hotel, tanpa kriteria yang jelas, menciptakan celah potensi pemborosan anggaran.
Dampak Kebijakan Terhadap Pendapatan Daerah dan Pelayanan Publik
Izin penggunaan hotel untuk kegiatan Pemda berpotensi menimbulkan masalah baru. Okupansi hotel dan restoran dapat meningkat, yang secara tidak langsung mempengaruhi pendapatan daerah.
Namun, ini bertolak belakang dengan tujuan utama kebijakan efisiensi, yaitu penghematan anggaran. Keterbatasan anggaran dapat berdampak pada kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Pernyataan Mendagri dan Klarifikasi Pemerintah Pusat
Mendagri Tito Karnavian menyatakan bahwa Pemda diperbolehkan menggunakan hotel dan restoran untuk kegiatan, asal tidak berlebihan. Ia menekankan pentingnya selektivitas dalam memilih hotel, khususnya yang mengalami penurunan okupansi.
Tito menjelaskan bahwa arahan ini berasal langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah telah melakukan pemotongan anggaran sekitar Rp 50 triliun untuk 552 daerah, yang menurutnya tidak signifikan dan tidak mengganggu program lain. Namun, batasan “tidak berlebihan” yang disampaikan Tito dinilai kurang operasional dan ambigu.
Penutup: Perlunya Kajian Mendalam dan Standar yang Jelas
Ketidakjelasan dalam implementasi kebijakan efisiensi dan izin penggunaan hotel untuk kegiatan Pemda menimbulkan kekhawatiran. KPPOD mendorong pemerintah untuk melakukan kajian yang lebih mendalam dan menetapkan standar yang jelas terkait penggunaan anggaran untuk kegiatan di luar kantor pemerintahan.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan efisiensi benar-benar efektif dan tidak malah berdampak negatif terhadap pelayanan publik. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran juga perlu ditingkatkan untuk mencegah potensi penyimpangan. Ke depannya, perlu adanya mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa penggunaan anggaran untuk kegiatan di hotel benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. Dengan demikian, tujuan utama efisiensi anggaran dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik.