Industri asuransi kredit di Indonesia menunjukkan tren yang menarik pada awal tahun 2025. Meskipun mengalami penurunan pendapatan premi secara tahunan, asuransi kredit tetap menjadi pilar penting dalam industri asuransi umum.
Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap dinamika industri ini, serta tantangan dan peluang yang dihadapi ke depannya. Mari kita telusuri lebih dalam.
Penurunan Premi Asuransi Kredit dan Posisinya di Industri Asuransi Umum
Pada April 2025, pendapatan premi asuransi kredit mencapai Rp6,31 triliun, mengalami penurunan 5,63 persen secara tahunan (yoy).
Meskipun demikian, kontribusi asuransi kredit terhadap total premi asuransi umum masih signifikan, mencapai 14,13 persen.
Asuransi kredit menempati peringkat ketiga sebagai lini bisnis asuransi umum dengan pendapatan premi tertinggi, di bawah asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor.
Upaya Penguatan *Underwriting* dan Regulasi Terbaru
OJK kini fokus pada peningkatan kualitas *underwriting* perusahaan asuransi untuk menekan tingginya rasio klaim, yang mencapai 86,59 persen.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20 Tahun 2023 (POJK 20/2023) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah.
POJK 20/2023 diharapkan dapat meningkatkan tata kelola dan manajemen risiko dalam industri asuransi kredit.
Prospek Asuransi Kredit dan Kaitannya dengan Penyaluran Kredit Perbankan
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, menyatakan proyeksi asuransi kredit sangat bergantung pada tren penyaluran kredit perbankan.
Hal senada disampaikan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), yang juga mengakui peran penting asuransi kredit dalam industri asuransi umum.
Data AAUI pada triwulan I 2025 menunjukkan asuransi harta benda, asuransi kendaraan, dan asuransi kredit sebagai tiga lini bisnis dengan pangsa pasar terbesar.
Analisis Pangsa Pasar Triwulan I 2025
Asuransi harta benda memimpin dengan pangsa pasar 25,9 persen (Rp7,8 triliun), diikuti asuransi kendaraan bermotor 17,3 persen (Rp5,2 triliun), dan asuransi kredit 13,3 persen (Rp3,9 triliun).
Menariknya, walaupun secara keseluruhan premi asuransi kredit mengalami penurunan tahunan, pada triwulan I 2025, asuransi kredit mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 0,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ini menunjukkan adanya potensi pertumbuhan yang perlu terus dimaksimalkan dengan strategi yang tepat dan pengawasan yang ketat dari OJK.
Pertumbuhan asuransi kredit secara keseluruhan masih bergantung pada kebijakan moneter dan ekonomi makro. Peran OJK dalam pengawasan dan regulasi akan menjadi kunci dalam memastikan kestabilan dan pertumbuhan berkelanjutan industri asuransi kredit Indonesia.
Dengan fokus pada penguatan *underwriting* dan dukungan regulasi yang tepat, industri asuransi kredit diharapkan dapat terus berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan stabilitas sektor keuangan.