Pantai Bingin di Pecatu, Badung, Bali, ternyata menyimpan permasalahan serius terkait keberadaan bangunan akomodasi pariwisata. DPRD Bali baru-baru ini mengungkap fakta mengejutkan: sekitar 45 bangunan di sepanjang pantai tersebut beroperasi tanpa izin.
Bangunan-bangunan liar ini beragam, mulai dari restoran dan hotel hingga vila mewah. Keberadaan bangunan ilegal ini terungkap setelah dilakukan inspeksi mendadak oleh DPRD Bali.
45 Bangunan Ilegal di Pantai Bingin
Hasil inspeksi mendadak tersebut menunjukkan pelanggaran masif terhadap berbagai peraturan perundang-undangan. Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali, Made Suparta, menyatakan kuat dugaan akumulasi pelanggaran terhadap peraturan pusat maupun daerah.
Pelanggaran tersebut meliputi Undang-Undang (UU) Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pesisir Pantai dan Pulau Kecil, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Suparta menekankan bahwa keberadaan bangunan ilegal ini juga bertolak belakang dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan Haluan Bali 100 Tahun ke Depan yang dicanangkan Gubernur Bali Wayan Koster. Ia khawatir, jika dibiarkan, permasalahan ini akan merusak keindahan dan kelestarian Bali.
Rekomendasi Penindakan dari DPRD Bali
Menyikapi temuan ini, Komisi I DPRD Bali memberikan beberapa rekomendasi penting untuk ditindaklanjuti. Pertama, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diminta menghentikan proyek-proyek yang sedang berjalan di Pantai Bingin.
Langkah awal yang direkomendasikan adalah pemasangan garis Pol PP sebagai tanda peringatan dan penerapan sanksi administratif. Selanjutnya, kegiatan usaha yang melanggar aturan harus ditutup dan dikosongkan.
Sebagai langkah terakhir, Komisi I merekomendasikan pembongkaran fisik bangunan-bangunan liar tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan kawasan Pantai Bingin ke kondisi semula sebagai ruang terbuka hijau.
Selain itu, Komisi I juga merekomendasikan proses hukum terhadap individu yang terlibat dalam pelanggaran tersebut. Hal ini termasuk pejabat yang melakukan pembiaran atau turut serta dalam pelanggaran.
Suparta menegaskan pentingnya menjaga ketertiban tata ruang, khususnya di Bali yang memiliki wilayah yang terbatas. Kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga keindahan dan kelestarian Pulau Dewata.
Kepemilikan Bangunan dan Sejarahnya
Kepala Satpol PP Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menambahkan bahwa dari 45 bangunan ilegal tersebut, beberapa di antaranya bahkan telah berdiri sejak tahun 1980-an. Awalnya, bangunan tersebut hanya digunakan untuk berdagang, namun seiring waktu berkembang menjadi bangunan permanen.
Yang mengejutkan, beberapa bangunan tersebut diduga dimiliki oleh warga negara asing (WNA). Rai Dharmadi menjelaskan bahwa pihaknya sedang menyelidiki kepemilikan dua bangunan yang diduga kuat milik WNA.
Ia menyayangkan tindakan para pelaku usaha yang membangun di lahan yang bukan milik mereka. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran serius dan akan ditindaklanjuti secara hukum.
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah viralnya proyek pembangunan hotel milik PT Step Up Solusi Indonesia di pinggir Pantai Bingin. Proyek tersebut diduga melanggar batas ketinggian dan sempadan pantai.
Penanganan kasus ini diharapkan menjadi contoh bagi kawasan pantai lainnya di Bali agar terhindar dari pembangunan ilegal serupa. Pentingnya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas untuk melindungi keindahan dan kelestarian lingkungan Bali sangatlah penting.
Ke depan, diharapkan adanya sinergi yang lebih kuat antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya dalam menjaga tata ruang dan lingkungan Bali agar tetap lestari.