Pasangan menikah tanpa momongan kerap kali menjadi sasaran komentar dari lingkungan sekitar. Hal ini seringkali menimbulkan beban psikologis bagi pasangan yang bersangkutan. Sani B Hermawan, psikolog keluarga dari Universitas Indonesia, memberikan saran bijak dalam menanggapi situasi ini.
Menanggapi pertanyaan seputar tekanan sosial terhadap pasangan yang belum memiliki anak, Sani menekankan pentingnya bersikap bijaksana. Komentar-komentar yang tidak sensitif hanya akan menambah beban, terutama bagi pasangan yang mungkin sedang berupaya untuk memiliki anak namun belum berhasil.
Hindari Komentar Negatif dan Bernada Menilai
Menurut Sani, komentar negatif mengenai ketidakhadiran anak dalam sebuah rumah tangga dapat berdampak buruk pada psikologis pasangan. Hal ini dapat memicu stres dan tekanan yang tidak perlu.
Ia menyarankan untuk menghindari komentar-komentar yang bernada menghakimi atau menuntut. Setiap pasangan memiliki perjalanan dan rencana hidup masing-masing. Kita tidak boleh berasumsi atau menilai tanpa memahami konteks yang sebenarnya.
Komunikasi Terbuka dan Rasa Percaya Diri
Bagi pasangan yang memiliki keputusan kuat untuk menunda kehamilan, entah karena alasan finansial atau kesiapan mental, Sani mendorong komunikasi yang terbuka. Sampaikan alasan tersebut dengan tenang dan percaya diri.
Pasangan yang telah mantap dengan keputusannya tidak perlu ragu untuk menjelaskan situasi mereka kepada orang lain. Kalimat sederhana seperti, “Kami masih menunda kehamilan hingga tahun depan,” sudah cukup untuk menanggapi komentar tanpa perlu merasa rendah diri.
Mengatasi Tekanan Sosial dengan Bijak
Tekanan sosial memang sulit dihindari, namun penting untuk menjaga kesehatan mental. Pasangan perlu saling mendukung dan membangun komunikasi yang solid.
Jangan biarkan komentar negatif memengaruhi kepercayaan diri. Fokuslah pada rencana dan kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Perencanaan Keluarga: Hak Privasi dan Penggunaan Alat Kontrasepsi
Sani menegaskan bahwa keputusan untuk memiliki anak merupakan hak prerogatif pasangan suami istri. Mereka berwenang menentukan kapan waktu yang tepat untuk memiliki anak, bahkan jika itu berarti menunda kehamilan.
Alasan penundaan bisa beragam, mulai dari fokus karir, hingga kesiapan finansial dan mental untuk membesarkan anak. Semua itu merupakan pilihan pribadi yang harus dihormati.
Bagi pasangan yang telah memutuskan untuk menunda kehamilan, penggunaan alat kontrasepsi yang disepakati bersama adalah langkah bijak. Pilihan metode kontrasepsi sangat beragam dan penting untuk dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan pasangan.
Beberapa metode kontrasepsi yang umum digunakan antara lain pil KB, IUD, kondom, dan suntik KB. Konsultasi dengan dokter atau tenaga medis akan membantu memilih metode yang paling sesuai.
Kesimpulannya, menciptakan lingkungan yang suportif dan menghormati keputusan pribadi pasangan terkait kehamilan merupakan kunci penting. Bijaklah dalam memberikan komentar dan jangan menambah beban pada pasangan yang sedang membangun kehidupan rumah tangganya.
Sikap empati dan pemahaman akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis, di mana setiap pasangan dapat menentukan sendiri jalan hidup mereka tanpa tekanan dari luar. Ingatlah bahwa membangun keluarga yang bahagia membutuhkan proses dan komitmen bersama, bukan sekadar kehadiran seorang anak.