Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan. Keberadaan tambang nikel milik anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Gag Nikel (PT GN), menimbulkan pertanyaan besar terkait dampak lingkungan dan kelestarian kawasan tersebut.
Direktur Utama PT Antam, Nicolas D Kanter, belum dapat memberikan keterangan resmi terkait polemik ini karena sedang berada di Eropa. Ia dijadwalkan kembali ke Indonesia pada Minggu mendatang.
Izin Operasional PT Gag Nikel Dihentikan Sementara
PT Gag Nikel, beroperasi di Pulau Gag, Raja Ampat, saat ini izin operasionalnya dihentikan sementara. Penghentian ini dilakukan untuk menunggu hasil pemeriksaan dari tim verifikasi yang sedang meninjau langsung lokasi tambang.
PT GN telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 2017 dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Perusahaan mulai beroperasi pada tahun 2018.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan lokasi tambang berjarak 30-40 km dari area wisata utama. Namun, luas Pulau Gag yang hanya sekitar 6.030,53 hektar menimbulkan pertanyaan mengenai kelayakan eksploitasi tambang di pulau tersebut.
Eksploitasi Pulau Gag dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pelanggaran Tambang Nikel di Raja Ampat
Selain PT GN, beberapa perusahaan lain juga mengelola tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
PT GN, PT KSM, dan PT ASP memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Namun, masing-masing perusahaan terbukti melakukan pelanggaran.
PT ASP, misalnya, tidak memiliki pengelolaan air limbah dan manajemen lingkungan yang memadai. PT MRP kedapatan memiliki tambang ilegal di Pulau Batang Pele.
Sementara itu, PT KSM membuka tambang lebih luas dari izin yang telah diperoleh di Pulau Kawe.
Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati Raja Ampat
Perhatian publik terhadap pertambangan nikel di Raja Ampat meningkat setelah aksi protes LSM lingkungan dalam konferensi nikel internasional. Aksi ini viral di media sosial dan memicu gelombang protes kepada pemerintah.
Raja Ampat bukan hanya destinasi wisata kelas dunia, tetapi juga memiliki kekayaan biodiversitas yang luar biasa di daratan dan lautannya.
Aktivitas pertambangan nikel skala besar mengancam keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem, dan kelestarian Raja Ampat sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Raja Ampat termasuk dalam daftar destinasi pariwisata prioritas (DPP) Indonesia dan berstatus UNESCO Global Geopark, kawasan konservasi perairan nasional, serta pusat terumbu karang dunia.
Potensi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat menjadi perhatian serius berbagai pihak. Keberlanjutan ekosistem dan ekonomi berbasis pariwisata Raja Ampat harus diprioritaskan.
Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memastikan kelestarian lingkungan Raja Ampat.
Ke depan, diperlukan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Raja Ampat sebagai aset nasional yang berharga harus dilindungi dari eksploitasi yang merugikan.