Serangan terhadap Penjara Evin di Iran, yang dilaporkan dilakukan oleh Israel pada Senin, 23 Juni, telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang signifikan. Laporan awal menyebutkan setidaknya 16 orang tewas, termasuk sipir penjara Vahid Heidarpour dan Rouhollah Tavassoli. Angka korban tewas ini masih berpotensi meningkat mengingat kondisi pasca serangan yang kacau.
Media Iran International melaporkan bahwa selain korban jiwa, sejumlah tahanan juga mengalami luka-luka. Namun, rincian mengenai jumlah dan kondisi mereka masih belum sepenuhnya jelas. Seorang sumber yang dekat dengan penjara Evin mengatakan bahwa staf penjara berencana memindahkan tahanan politik sebelum serangan terjadi, mengindikasikan adanya kecurigaan akan potensi serangan.
Saksi mata menggambarkan situasi pasca serangan yang mengerikan. “Mereka [staf] berencana memindahkan tahanan politik ke penjara Fashafuyeh atau Saheli di Qom. Jumlah korban tewas akibat serangan ini tinggi. Puing-puing pecahan belum dibersihkan. Banyak tentara meninggal dunia, dengan sejumlah staf perempuan termasuk di antara yang tewas,” ungkap saksi tersebut. Ketidakjelasan informasi dan kesulitan akses ke lokasi kejadian mempersulit upaya untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif.
Penjara Evin: Sejarah dan Reputasinya
Penjara Evin memiliki sejarah kelam dan reputasi buruk dalam hal pelanggaran hak asasi manusia. Penjara ini telah lama digunakan untuk menahan para tokoh oposisi, jurnalis, aktivis, dan orang-orang yang dicurigai sebagai agen asing, termasuk agen Mossad, badan intelijen Israel. Kelompok-kelompok HAM secara konsisten mengkritik kondisi penjara yang buruk dan praktik penyiksaan yang dilakukan terhadap para tahanan.
The New York Times melaporkan bahwa ratusan dari ribuan tahanan di Evin merupakan politisi oposisi, jurnalis, pengacara, aktivis lingkungan, dan mahasiswa. Beberapa tahanan lainnya adalah warga negara ganda dan warga asing yang dituduh melakukan spionase. Kasus-kasus seperti Ali Ashtari (dihukum gantung pada 2008 karena dituduh memberikan informasi intelijen ke Mossad), Hossein Derakhshan (jurnalis yang dijatuhi hukuman 19,5 tahun penjara pada 2010 karena tuduhan spionase), dan Roxana Saberi (jurnalis Amerika-Iran yang ditahan pada 2009 atas tuduhan spionase), menggambarkan kondisi represif yang berlaku di penjara Evin.
Kasus-kasus Terkemuka di Penjara Evin
Kasus Majid Jamali Fashi (dihukum gantung pada 2012 karena dituduh sebagai mata-mata Mossad dan membunuh seorang ilmuwan Iran), dan eksekusi Mohammad Heidari dan Kourosh Ahmadi pada 2013 atas tuduhan spionase untuk CIA dan Mossad, menunjukkan seberapa keras rezim Iran menindak siapa pun yang dianggap sebagai ancaman.
Serangan terhadap Penjara Evin menimbulkan pertanyaan serius mengenai implikasi bagi situasi politik di Iran dan wilayah tersebut. Kejadian ini juga memicu kekhawatiran atas keselamatan para tahanan yang tersisa serta kemungkinan eskalasi konflik di masa depan. Peristiwa ini patut mendapat perhatian internasional yang lebih luas mengingat pelanggaran HAM yang sistematis dan penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Iran.
Ketiadaan akses informasi yang independen dan netral membuat sulit untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai peristiwa tersebut. Investigasi internasional yang independen diperlukan untuk menyelidiki serangan ini, mengungkap kebenaran, dan memastikan pertanggungjawaban bagi para pihak yang bertanggung jawab. Nasib para tahanan yang selamat dan dampak jangka panjang dari serangan ini masih menjadi perhatian utama.