Raja Ampat, surga biodiversitas laut dunia, terancam kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Isu ini kembali mencuat, menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan pengamat pariwisata.
Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) beberapa perusahaan dinilai belum cukup mengatasi masalah ini. Kritik tajam pun dilontarkan terhadap pemerintah terkait pengelolaan kawasan tersebut.
Kritik Keras terhadap Kebijakan Pemerintah
Prof. Azril Azhari, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, mengungkapkan keprihatinannya atas dampak pertambangan di Raja Ampat. Ia bahkan meminta pencopotan beberapa menteri terkait.
Menurut Prof. Azril, pertambangan dan pariwisata tidak dapat berjalan beriringan di Raja Ampat. Ia menekankan bahwa undang-undang yang melindungi pulau-pulau kecil telah dilanggar.
Ia mendesak pencabutan IUP bukan hanya perusahaan tambang, tetapi juga pergantian menteri Pariwisata, Kehutanan, Lingkungan Hidup, dan ESDM. Hal ini karena dianggap sebagai kegagalan dalam pengawasan dan penegakan hukum.
Prof. Azril juga menyoroti Pulau Gag, yang hanya seluas 60 km², namun tetap diberikan izin tambang dengan dalih jaraknya dari kawasan Geopark. Ia menegaskan bahwa status Raja Ampat sebagai Geopark Global melindungi seluruh kawasannya.
Izin Tambang yang Bermasalah
Izin tambang nikel PT Gag Nikel (anak usaha Antam) berlaku sejak 2017 hingga 2047. Meskipun IUP empat perusahaan lain telah dicabut, PT Gag Nikel hanya diawasi ketat.
Prof. Azril menganggap pengawasan tersebut tidak cukup dan menuntut pencabutan izin PT Gag Nikel. Ia menilai pemberian izin oleh pemerintah daerah dan menteri merupakan kesalahan fatal yang melanggar konstitusi.
Ia juga mengkritik Menteri Pariwisata yang dianggap kurang memahami konservasi ekologi. Ia membandingkan dengan negara lain seperti Maladewa yang menjadikan wisata pulau kecil sebagai sumber ekonomi utama dengan pengelolaan yang serius.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup pun turut dikritik karena dianggap turut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Raja Ampat.
Perlu dicatat, izin empat perusahaan tambang yang dicabut diterbitkan sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai Geopark pada 2017 (Pemerintah RI) dan 2023 (UNESCO).
Penjelasan Pemerintah Pusat
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa empat IUP yang dicabut diterbitkan pemerintah daerah. Hanya PT Gag Nikel yang izinnya dikeluarkan pemerintah pusat dalam bentuk Kontrak Karya (KK).
Bahlil menegaskan bahwa pemerintah akan mengawasi ketat aktivitas PT Gag Nikel, termasuk Amdal, reklamasi, dan pelestarian lingkungan. Namun, pernyataan tersebut masih menuai kontroversi dan belum sepenuhnya memuaskan pihak yang peduli lingkungan.
Kelima Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, termasuk milik PT Gag Nikel, menjadi sorotan utama. Perdebatan mengenai kelanjutan aktivitas pertambangan dan dampaknya terhadap lingkungan tetap menjadi isu penting yang perlu mendapat perhatian serius.
Kasus ini menyoroti perlunya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di kawasan-kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat. Ke depannya, diperlukan sinergi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah untuk melindungi kekayaan alam Indonesia.