Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah berupaya memastikan pemenuhan kebutuhan gizi anak sekolah, termasuk asupan susu. Namun, keterbatasan produksi susu segar dalam negeri menjadi tantangan utama. Badan Gizi Nasional (BGN) pun menerapkan strategi cermat untuk mengatasi hal ini, menyeimbangkan kebutuhan gizi anak dengan kemampuan produksi lokal.
Strategi BGN Mengatasi Keterbatasan Susu Dalam Negeri dalam Program MBG
BGN mengakui keterbatasan produksi susu segar dalam negeri yang hanya mampu memenuhi 20 persen kebutuhan nasional sebelum program MBG diluncurkan. Sisanya, 80 persen dipenuhi melalui impor susu bubuk. Untuk menghindari peningkatan ketergantungan impor, BGN melakukan penyesuaian volume dan spesifikasi susu yang diberikan dalam program MBG.
Penyesuaian ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan program dan mendukung industri susu dalam negeri. Strategi ini juga mempertimbangkan aspek nutrisi dan kesehatan anak.
Penyesuaian Volume Susu dan Kandungan Lokal
Anak-anak PAUD hingga SD kini menerima 115 ml susu per hari, sementara siswa SMP dan SMA mendapatkan 125 ml. Kebijakan ini merupakan solusi transisi yang diprioritaskan.
Yang krusial, minimal 20 persen dari susu yang diberikan harus berasal dari Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Langkah ini bertujuan untuk mendorong peternak lokal meningkatkan produksi dan mengurangi ketergantungan impor.
Mayoritas SSDN dipasok dari peternak sapi perah rakyat. Program MBG diharapkan dapat meningkatkan permintaan dan mendorong peningkatan kapasitas produksi peternak lokal.
Kualitas dan Keamanan Susu dalam Program MBG
BGN memastikan seluruh menu MBG tetap memenuhi prinsip gizi seimbang, termasuk karbohidrat, protein (dari sumber seperti ayam dan telur), lemak, dan susu. Kadar laktosa dalam susu juga diperhatikan untuk keamanan penerima manfaat.
Kadar laktosa dalam susu yang diberikan dijaga di bawah 12 gram untuk meminimalisir risiko bagi anak-anak yang sensitif terhadap laktosa. Intoleransi laktosa, yang bukan penyakit melainkan kondisi alami, juga dipertimbangkan dalam formulasi susu MBG.
Epi Taufik, Tim Pakar Bidang Susu BGN, menjelaskan bahwa intoleransi laktosa dapat diatasi dengan konsumsi susu secara rutin dan bertahap. Konsumsi susu secara bertahap dapat membantu tubuh beradaptasi dan meningkatkan toleransi terhadap laktosa.
BGN berupaya untuk terus memantau dan melakukan penyesuaian volume serta komposisi susu dalam program MBG berdasarkan perkembangan produksi dalam negeri. Hal ini menunjukkan komitmen BGN untuk memberikan nutrisi terbaik bagi anak sekolah sambil mendukung industri peternakan susu dalam negeri. Program ini diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan dan berdampak positif terhadap kesehatan dan perekonomian nasional.
Ke depan, peningkatan produksi susu segar dalam negeri akan memungkinkan penyesuaian lebih lanjut terhadap volume dan komposisi susu dalam program MBG. Hal ini akan memastikan program tetap efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia, serta mendukung perkembangan industri peternakan dalam negeri. Fleksibilitas dan adaptasi BGN terhadap kondisi riil di lapangan menjadi kunci keberhasilan program MBG ini.