Media asing ramai memberitakan meninggalnya Juliana Marins, pendaki asal Brasil, setelah empat hari terjebak di Gunung Rinjani, Indonesia. Kabar ini viral di media sosial Brasil, memicu kritik terhadap lambatnya respon otoritas Indonesia dalam proses pencarian dan penyelamatan.
Beberapa media ternama seperti New York Times (NYT) dan The Independent melaporkan insiden tersebut. NYT dalam artikelnya, “Brazilian Who Fell While Hiking Indonesian Volcano is Found Dead,” mengungkapkan keluarga Marins merasa tim penyelamat kurang siap dan peralatannya tidak memadai.
Namun, kepala tim penyelamat membela diri dengan menyatakan bahwa seluruh kru telah berusaha maksimal di tengah medan dan cuaca ekstrem yang sangat berbahaya. Tantangan yang dihadapi tim penyelamat juga disorot oleh The Independent dalam artikel “Brazilian Tourist Found Dead Four Days after Falling into Active Volcano in Indonesia: Latest.”
Laporan The Independent menyebutkan, meskipun ada tanda-tanda kehidupan Marins seperti teriakan dan pergerakan tubuh yang terdeteksi oleh drone, tim penyelamat kesulitan menjangkaunya karena kabut tebal, jurang curam, dan cuaca buruk yang terus menerus. Media lain seperti CBS News, CNN, BBC, Reuters, AFP, dan The Straits Times juga memberitakan insiden ini.
Kronologi Kejadian dan Pencarian
Juliana Marins (26), bersama lima turis asing lainnya dan seorang pemandu, memulai pendakian Gunung Rinjani pada 21 Juni dari pintu pendakian Sembalun. Saat menuju puncak di area Cemara Tunggal, Marins kelelahan dan pemandu menyarankan istirahat. Lima turis lainnya melanjutkan perjalanan ke puncak.
Namun, Marins tidak menyusul. Pemandu kembali ke lokasi, tetapi Marins sudah tidak ada. “Ketika menuju puncak Rinjani, dalam perjalanannya di area Cemara Tunggal korban mengalami kelelahan dan guide saat itu menyarankan korban untuk beristirahat. Kemudian lima tamu tersebut dibawa oleh guide meneruskan perjalanan ke puncak,” kata Kepala Seksi Humas Polres Lombok Timur, AKP Nikolas Osman.
Marins diperkirakan jatuh sekitar pukul 06.30 waktu setempat. Pencarian dimulai pukul 09.50 WITA, tetapi tim SAR gabungan mengalami kesulitan pada malam hari. Pada Minggu, drone dikerahkan, namun pencarian terhambat cuaca buruk dan kabut.
Marins ditemukan pada Senin sekitar pukul 07.05 dalam kondisi tidak bergerak. Evakuasi tertunda karena cuaca buruk dan medan yang ekstrem, baru berhasil dilakukan pada Rabu (25/6) pagi pukul 06.00 WITA menggunakan metode lifting.
Kritik dan Pertimbangan
Insiden ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan dan prosedur keselamatan pendakian di Gunung Rinjani. Kritik terhadap lambatnya respon penyelamatan perlu dikaji dan menjadi evaluasi bagi otoritas terkait. Perlu peningkatan pelatihan dan peralatan untuk tim penyelamat guna menghadapi situasi darurat di medan yang sulit.
Selain itu, penting untuk memastikan prosedur keselamatan yang ketat dan edukasi yang memadai bagi para pendaki, termasuk mengenai kondisi fisik dan persiapan yang dibutuhkan sebelum mendaki gunung dengan tingkat kesulitan tinggi seperti Gunung Rinjani. Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pencarian dan penyelamatan, termasuk koordinasi antar instansi, juga sangat penting.
Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan dalam kegiatan pendakian gunung. Persiapan yang matang, pemahaman kondisi medan, dan sistem penyelamatan yang handal sangat krusial untuk meminimalisir risiko kecelakaan dan memastikan keselamatan para pendaki.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait untuk meningkatkan standar keselamatan pendakian dan memperkuat sistem penyelamatan di Gunung Rinjani dan area pendakian lainnya di Indonesia.