Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin telah menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Kelasi Satu Jumran, prajurit TNI AL, atas kasus pembunuhan berencana terhadap jurnalis muda Juwita (23). Putusan ini dibacakan pada Senin lalu di Ruang Sidang Antasari, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Vonis tersebut mengakhiri proses hukum yang panjang dan menyita perhatian publik.
Selain hukuman penjara seumur hidup, Jumran juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer TNI AL. Keputusan ini berlaku efektif sejak putusan dibacakan dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Vonis Seumur Hidup dan Pemecatan dari Dinas Militer
Ketua Majelis Hakim, Letnan Kolonel CHK Arie Fitriansyah, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana.
Hakim juga memerintahkan pengembalian barang bukti milik korban kepada keluarganya, serta beberapa barang bukti kepada terdakwa. Beberapa barang bukti lainnya disita dan dirampas negara untuk dimusnahkan.
Terdakwa diberi waktu tiga hari untuk menyatakan sikapnya terhadap putusan, apakah menerima, banding, atau pikir-pikir. Jumran memilih untuk pikir-pikir.
Hakim kemudian memberikan waktu tujuh hari sejak Selasa, 17 Juni, untuk konfirmasi. Jika tidak ada konfirmasi, maka vonis seumur hidup dianggap diterima.
Reaksi Pihak Terkait
Kepala Oditurat Militer (Odmil) III-15 Banjarmasin, Letkol CHK Sunandi, menyatakan menerima putusan tersebut karena sesuai dengan tuntutan.
Sementara itu, terdakwa memilih untuk pikir-pikir, yang berarti ia memiliki waktu untuk mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.
Kronologi Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita
Kasus pembunuhan Juwita terjadi pada 22 Maret 2025 di Jalan Trans-Gunung Kupang, Banjarbaru.
Jasad korban ditemukan warga sekitar pukul 15.00 WITA di tepi jalan, bersama sepeda motornya. Awalnya diduga kecelakaan tunggal.
Namun, warga yang menemukan korban tidak melihat tanda-tanda kecelakaan. Luka lebam di leher korban dan hilangnya ponselnya menimbulkan kecurigaan.
Juwita merupakan jurnalis media daring lokal Banjarbaru yang telah memiliki sertifikasi UKW (Uji Kompetensi Wartawan) wartawan muda.
Ketidaksesuaian antara kondisi korban dan kesimpulan awal kecelakaan tunggal, bersama dengan hilangnya ponsel korban, memicu penyelidikan lebih lanjut yang akhirnya mengarah pada terdakwa, Kelasi Satu Jumran.
Proses hukum yang panjang dan berliku akhirnya mencapai puncaknya dengan putusan seumur hidup bagi terdakwa. Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan bagi para jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Putusan ini diharapkan memberikan keadilan bagi keluarga korban dan sekaligus menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak.